Sajak Palsu
Karya :Agus R.
Sarjono
Selamat pagi
pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah dengan
sapaan palsu.
Lalu merekapun belajar sejarah
palsu dari buku-buku palsu.
Di akhir sekolah mereka
terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu.
Karena tak cukup nilai, maka mereka berdatanglah kerumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk
menyerahkan amplop berisi perhatian dan rasa
hormat palsu.
Sambil tersipu palsu dan membuat
tolakan-tolakan palsu,
akhirnya pak
guru dan bu guru terima juga amplop
itu sambil berjanji palsu
untuk
mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru.
Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai
ekonomi-ekonomi palsu, ahli hukum palsu, ahli
pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian
menjadi guru, ilmuan atau seniman palsu.
Dengan
gairah tinggi mereka berhamburan ke tengah
pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai
panglima palsu.
Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor dan impor palsu
yang
mengirim dan mendatangkan berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan
bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus dan
hadiah-hadiah palsu
tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu
kepada bank
negeri yang dijaga pejabat-pejabat palsu.
Masyarakatpun
berniaga dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu.
Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua
blingsatan dan terperosok kritis yang
meruntuhkan pemerintah palsu ke dalam nasib buruk palsu.
Lalu
orang-orang palsu meneriakkan kegembiraan palsu
dan
mendebatkan gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan
dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi
palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring dan palsu.
1998
Analisis
Dari puisi
di atas yang berjudul “Sajak Palsu” yang di tulis oleh Agus R. Sarjono.
Menceritakan tentang kehidupan di negeri ini
yang penuh dengan kepalsuan atau kebohongan. Dari sebuah instansi
pendidikan, kerja dan pemerintah di Indonesia.” Berawal dari kepalsuan menjadi
palsu”. Hal itu tergambar dari guru yang penuh dengan kepalsuan melahirkan
murid-murid yang pintar tapi palsu.
Analisis Struktur Fisik
Penyair menggunakan diksi yang mudah di
pahami. Bentuk puisi lebih kelihatan
seperti sebuah karangan cerita. Tidak berupa bait yang terpisah-pisah.
Analisis Struktur Batin
Tema
Kebohongan yang menciptakan kepalsuan yang telah mendarah daging di Negara ini.
Nada
Penyair dalam penyampaiannya bernada lugas dan tegas,
dengan tujuan mengingatkan kepada Si pembuat kepalsuan sadar akibat yang akan terjadi.
Perasaan
Ungkapan perasaan penyair terhadap mereka yang akrab
mengobral kepalsuan, dengan menggebu-gebu penuh dengan amarah.
Amanat
Penyair berharap para pengobral kepalsuan di
negeri menuju kejujuran sehingga mendapatkan hasil yang baik dan tidak
menghancurkan negara.
Ada beberapa kesalahan
yang membuat kehormatan guru tercemar karena kasus nilai palsu. Kesalahannya
sepele, yakni:
Kesalahan ke-1, tak ada kejelasan niat dan tujuan menjadi guru.
Ketika seseorang memutuskan menjadi guru, sadarkah dia bakal turut menentukan masa depan orang lain? Menentukan masa depan, bukankah perkara paling penting dalam kehidupan? Tujuan yang benar mesti diraih melalui cara-cara yang benar pula. Ketidakjelasan tujuanmemutuskan pilihan hidup menjadi guru, itu baru satu hal. Bersikap culas untuk meraih tujuan hidup, itu hal lain. Jika keduanya terjadi, sempurna kerusakannya. Celakanya, virus kerusakannya bisa ditularkan kepada murid-murid dan orang lain. Guru palsu sudah merancang masa depannya sendiri yang rusak dan merusakkan orang lain. Berbahaya, bukan?
Kesalahan ke-2, lahirnya cara berpikir sesat,ijaza dengan nilai tinggi adalah segala-galanya dalam hidup.
Ijazah itu benda mati. Karena mati, dia bisa kita rekayasa sesuka hati. Tapi, pemegang ijazah adalah manusia. Makhluk sempurna karena dikaruniai akal. Dia bisa bedakan mana yang benar dan salah. Ijazah itu ya begitu-begitu saja, statis. Tapi, perilaku dan kompetensi guru itu mesti diperbaharui. Kekeliruan terbesar dalam hidup guru adalah mengagung-agungkan kehebatan ijazah dan melupakan pentingnya cara untuk meraih ijazah. Setelah ijazah dimiliki, apakah persoalan hidup selesai? Tidak, justru perjuangan sedang dimulai untuk tunjukkan sikap tanggung jawab dalam hidup. Kontribusi apa yang bisa diberikan untuk pendidikan Indonesia? Bukan, keuntungan apa yang bisa dikeruk selama menjadi guru di Indonesia? Guru palsu bisa dipastikan abai dengan tanggung jawab. Hobinya menuntut hak bahkan tega merampas hak-hak murid, orangtua murid, dan masyarakat.
Kesalahan ke-3, penilaian guru tak berbasis kinerja.
Kita butuh waktu puluhan tahun untuk membangun reputasi yang penuh integritas. Namun, hanya butuh waktu beberapa detik saja untuk menghancurkannya. Orang bernilai palsu, tanda dirinya tak percaya diri dan tak punya kemampuan mumpuni. Karena malas berpikir dan lemah iman, memalsukan nilai seakan hanya satu-satunya pilihan untuk dilakoni. Seperti tak ada cara lain saja yang bisa dipastikan halal dan ‘thoyib’nya. Inilah ciri pribadi yang takpandai mengelola akal, hati, dan nafsu. Kerja pengen minimalis, tapi untung ingin meruah-ruah.
Hanya ada satu cara untuk membuka topeng di wajah guru-guru palsu, lakukan penilaian berbasis kinerja. Jangan beri mereka penilaian dengan menggunakan soal pilihan ganda. Soalnya bisa mereka ‘akalin’ dan tak cerminkan kiprah mereka yang sesungguhnya. Pastikan isi kepala, perilaku, dan keterampilan mengajar guru bisa dievaluasi secara komprehensif. Coba cek kesabaran dalam mendidik murid, dedikasi dan loyalitas, keterampilan mengajar, produktivitas berkarya tulis, inovasi dalam pembelajaran, dan aspek lainnya yang berupa artefak atau dokumen yang bisa divalidasi. Portofolio, salah satu instrumen yang bisa menguak kepalsuan pribadi jahat yang mengaku dirinya guru.
Mari kita bercermin pada hasil publikasi Bank Dunia, ”Spending More or Spending Better: Improving Education Financing in Indonesia”. Bank Dunia meneliti sejak 2009 di 240 SD negeri dan 120 SMP di seluruh Indonesia, dengan melibatkan 39.531 siswa. Hasil tes antara siswa yang diajar guru yang bersertifikasi dan yang tidak untuk mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, serta IPA dan Bahasa Inggris diperbandingkan. Hasilnya, tidak terdapat pengaruh program sertifikasi guru terhadap hasil belajar siswa, baik di SD maupun SMP
Tegasnya, program sertifikasi guru yang telah diselenggarakan Kemdikbud selama beberapa tahun terakhir tak berdampak signifikan terhadap perbaikan mutu pendidikan nasional. Mau tahu berapa rupiah negara ini harus merogoh kocek? Pada 2010 saja, biaya sertifikasi sudah mencapai angka Rp 110 triliun, sekitar dua pertiga dari total anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen APBN. Alamak. Kita jadi kebingungan, mana guru sejati dan mana guru palsu. Kok bisa ya sudah bersertifikasi tapi tak mampu perbaiki diri dan berkontribusi untuk kemajuan pendidikan nasional? Bukankah ini juga tanda-tanda hadirnya praktik bercita rasa kepalsuan? Ijazah itu penting, tapi bukan segala-galanya. Kesungguhan pemerintah untuk memuliakan profesi guru masih tengah diuji. Guru mesti dibina bukan dihina dan dikambinghitamkan atas setiap kegagalan dalam proses pendidikan bangsa. Guru mesti dihargai bukan untuk dimanipulasi. Kembangkan potensi guru, lalu apresiasi dengan cara yang adil danmanusiawi. Prinsip keadilan mesti ditegakkan.
Guru palsu mesti dihapuskan dari muka bumi ini. Guru sejati mesti dirawat agar tetap bisa mengawal perjalanan pendidikan bangsa ini agar selalu baik dan lebih baik lagi. Hanya kebijakan cerdas dan visioner dari pemerintah yang bisa pecahkan persoalan guru berijazah palsu. Guru kencing berdiri murid kencing berlari. Lantas, jika guru palsukan ijazah, maka apa yang bakal dipalsukan murid-muridnya?
Kesalahan ke-1, tak ada kejelasan niat dan tujuan menjadi guru.
Ketika seseorang memutuskan menjadi guru, sadarkah dia bakal turut menentukan masa depan orang lain? Menentukan masa depan, bukankah perkara paling penting dalam kehidupan? Tujuan yang benar mesti diraih melalui cara-cara yang benar pula. Ketidakjelasan tujuanmemutuskan pilihan hidup menjadi guru, itu baru satu hal. Bersikap culas untuk meraih tujuan hidup, itu hal lain. Jika keduanya terjadi, sempurna kerusakannya. Celakanya, virus kerusakannya bisa ditularkan kepada murid-murid dan orang lain. Guru palsu sudah merancang masa depannya sendiri yang rusak dan merusakkan orang lain. Berbahaya, bukan?
Kesalahan ke-2, lahirnya cara berpikir sesat,ijaza dengan nilai tinggi adalah segala-galanya dalam hidup.
Ijazah itu benda mati. Karena mati, dia bisa kita rekayasa sesuka hati. Tapi, pemegang ijazah adalah manusia. Makhluk sempurna karena dikaruniai akal. Dia bisa bedakan mana yang benar dan salah. Ijazah itu ya begitu-begitu saja, statis. Tapi, perilaku dan kompetensi guru itu mesti diperbaharui. Kekeliruan terbesar dalam hidup guru adalah mengagung-agungkan kehebatan ijazah dan melupakan pentingnya cara untuk meraih ijazah. Setelah ijazah dimiliki, apakah persoalan hidup selesai? Tidak, justru perjuangan sedang dimulai untuk tunjukkan sikap tanggung jawab dalam hidup. Kontribusi apa yang bisa diberikan untuk pendidikan Indonesia? Bukan, keuntungan apa yang bisa dikeruk selama menjadi guru di Indonesia? Guru palsu bisa dipastikan abai dengan tanggung jawab. Hobinya menuntut hak bahkan tega merampas hak-hak murid, orangtua murid, dan masyarakat.
Kesalahan ke-3, penilaian guru tak berbasis kinerja.
Kita butuh waktu puluhan tahun untuk membangun reputasi yang penuh integritas. Namun, hanya butuh waktu beberapa detik saja untuk menghancurkannya. Orang bernilai palsu, tanda dirinya tak percaya diri dan tak punya kemampuan mumpuni. Karena malas berpikir dan lemah iman, memalsukan nilai seakan hanya satu-satunya pilihan untuk dilakoni. Seperti tak ada cara lain saja yang bisa dipastikan halal dan ‘thoyib’nya. Inilah ciri pribadi yang takpandai mengelola akal, hati, dan nafsu. Kerja pengen minimalis, tapi untung ingin meruah-ruah.
Hanya ada satu cara untuk membuka topeng di wajah guru-guru palsu, lakukan penilaian berbasis kinerja. Jangan beri mereka penilaian dengan menggunakan soal pilihan ganda. Soalnya bisa mereka ‘akalin’ dan tak cerminkan kiprah mereka yang sesungguhnya. Pastikan isi kepala, perilaku, dan keterampilan mengajar guru bisa dievaluasi secara komprehensif. Coba cek kesabaran dalam mendidik murid, dedikasi dan loyalitas, keterampilan mengajar, produktivitas berkarya tulis, inovasi dalam pembelajaran, dan aspek lainnya yang berupa artefak atau dokumen yang bisa divalidasi. Portofolio, salah satu instrumen yang bisa menguak kepalsuan pribadi jahat yang mengaku dirinya guru.
Mari kita bercermin pada hasil publikasi Bank Dunia, ”Spending More or Spending Better: Improving Education Financing in Indonesia”. Bank Dunia meneliti sejak 2009 di 240 SD negeri dan 120 SMP di seluruh Indonesia, dengan melibatkan 39.531 siswa. Hasil tes antara siswa yang diajar guru yang bersertifikasi dan yang tidak untuk mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, serta IPA dan Bahasa Inggris diperbandingkan. Hasilnya, tidak terdapat pengaruh program sertifikasi guru terhadap hasil belajar siswa, baik di SD maupun SMP
Tegasnya, program sertifikasi guru yang telah diselenggarakan Kemdikbud selama beberapa tahun terakhir tak berdampak signifikan terhadap perbaikan mutu pendidikan nasional. Mau tahu berapa rupiah negara ini harus merogoh kocek? Pada 2010 saja, biaya sertifikasi sudah mencapai angka Rp 110 triliun, sekitar dua pertiga dari total anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen APBN. Alamak. Kita jadi kebingungan, mana guru sejati dan mana guru palsu. Kok bisa ya sudah bersertifikasi tapi tak mampu perbaiki diri dan berkontribusi untuk kemajuan pendidikan nasional? Bukankah ini juga tanda-tanda hadirnya praktik bercita rasa kepalsuan? Ijazah itu penting, tapi bukan segala-galanya. Kesungguhan pemerintah untuk memuliakan profesi guru masih tengah diuji. Guru mesti dibina bukan dihina dan dikambinghitamkan atas setiap kegagalan dalam proses pendidikan bangsa. Guru mesti dihargai bukan untuk dimanipulasi. Kembangkan potensi guru, lalu apresiasi dengan cara yang adil danmanusiawi. Prinsip keadilan mesti ditegakkan.
Guru palsu mesti dihapuskan dari muka bumi ini. Guru sejati mesti dirawat agar tetap bisa mengawal perjalanan pendidikan bangsa ini agar selalu baik dan lebih baik lagi. Hanya kebijakan cerdas dan visioner dari pemerintah yang bisa pecahkan persoalan guru berijazah palsu. Guru kencing berdiri murid kencing berlari. Lantas, jika guru palsukan ijazah, maka apa yang bakal dipalsukan murid-muridnya?
0 komentar :
Posting Komentar